Setiap cerita yang ditulis seseorang pastilah mempunyai pesan dan makna. Seorang penulis menginginkan tulisannya dapat memberi suatu manfaat bagi pembacanya. Kemarin ketika saya lagi asyik membaca pesan di layanan Social Networking (facebook) ada pesan sebuah tulisan yang menurut saya baik untuk dijadikan pelajaran bagi para Pesilat yang berkecimpung di dunia Bisnis. Dan tidak ada salahnya seorang pesilat juga seorang bisniman ( entrepreneur ), karena dengan jiwa entrepreneur seorang pesilat mampu menjadikan Pencak silat lebih maju.
Nah alangkah lebih baiknya seandainya anda juga dapat mengambil pelajaran dari tulisan seorang Netmarkiting yang terkenal.
ebagai seorang entrepeneur (atau pun netpreneur), membuat sebuah terobosan penting adanya. Ide yang kreatif dan inovatif merupakan salah satu kunci keberhasilan mereka. Selisih satu hari saja kadang bisa membawa banyak perbedaan. Namun bukan berarti menjadi yang pertama adalah sebuah jaminan sukses.
Tahukah Anda siapa penemu bola lampu? Saya yakin hampir semuanya akan menjawab Thomas Alva Edison, karena memang nama itu yang diajarkan oleh guru kita pada saat kita duduk di bangku sekolah. Ya kan? Tapi sebenarnya, Edison bukan lah orang yang pertama kali menemukan bola lampu pijar. Nah loh.
Adalah orang bernama Joseph Swan yang berasal dari dataran Newcastle, Inggris. Beberapa bulan sebelum Edison kegirangan karena penemuannya sukses, Swan bahkan sudah mendemokan sistem bola lampu pijar ciptaannya kepada pemerintah Inggris. Sayangnya, justru itulah letak kesalahannya.
Swan terlalu berambisi untuk menggantikan semua sistem bola lampu gas yang digunakan di jalan-jalan Inggris saat itu. Karena teknologi yang belum memadai, akhirnya usaha tersebut gagal dan produknya dianggap kurang mumpuni.
Berbeda dengan Swan, Edison menerapkan pepatah 'sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit', hehehe. Alih-alih pamer ke pemerintah US, ia sowan ke rumah J.P Morgan, milyuner tersohor yang duitnya segudang, dan mendemonstrasikan bola lampu pijar ciptaannya. Morgan terpesona dan ia pun memberikan dana pengembangan yang cukup lumayan kepada Edison.
Jadi begitulah, satu demi satu Edison mengubah sistem bola lampu yang ada saat itu dengan sistem pijar. Dan seperti sudah kita ketahui sekarang, ia pun terkenal dan dianggap sebagai penemu bola lampu pijar, meninggalkan Swan yang gigit jari di seberang lautan. Kasian yah?
Lain Thomas Alva Edison, lain juga Cipto.
Pada bulan Agustus 2008 lalu, kebetulan kampung tempat tinggal Cipto mengadakan berbagai acara untuk menyambut tujuhbelasan. Salah satunya adalah lomba balap kelereng maraton, 10km melintasi 5 kampung. Tahu lomba balap kelereng kan? Itu loh, lomba lari yang mana pesertanya harus membawa kelereng di atas sebuah sendok (ujung sendok digigit dengan gigi peserta).
Nah, Cipto yang setiap minggu selalu rajin berolahraga lari pagi keliling kampung pun tertarik untuk mengikuti lomba balap kelereng ini. Hadiahnya pas banget dengan yang lagi ia cari, LCD TV 42 inci. Full HD pula. Busyet, kaya banget ya kampungnya, hehehe.
Singkat cerita, pada hari H, Cipto menggunakan kostum olahraga favoritnya. Pagi harinya ia juga tidak lupa minum vitamin dan 4 kuning telur. Sekedar untuk menambah stamina agar tidak kecapekan di tengah jalan. Berhubung oleh panitia masing-masing peserta diminta membawa sendiri sendok dan kelerengnya, Cipto pun tidak lupa mengantongi sendok kesayangannya dan kelereng berwarna silver yang ia beli di depan SD Inpres sehari sebelumnya.
Tepat pukul 7, panitia meminta seluruh peserta untuk bersiap di garis Start. Cipto bergegas menuju ke tempat yang diminta. Sendok yang ia bawa juga langsung ia gigit di mulut. "Biar begitu mulai bisa langsung lari," pikirnya.
Semenit kemudian, panitia melambaikan bendera menandakan acara lomba balap kelereng maraton dimulai. Tanpa pikir panjang, Cipto segera melangkahkan kakinya. Cepat dan mengikuti irama 2 ketukan, hehehe. Yang mengherankan, ternyata begitu ia melangkah, penonton lomba langsung bersorak dan mengelu-elukan nama Cipto. Terkaget-kaget Cipto mencoba melirik ke kiri dan kanan. Dan memang benar, silih berganti mereka memanggil-manggil nama Cipto, bahkan terkadang melambaikan tangan ke arahnya.
"Wah, ini pasti karena mereka yakin aku bakal jadi pemenang di lomba ini", pikir Cipto ge-er.
Begitulah. Dengan penuh semangat, Cipto pun melalui kilometer demi kilometer lintasan lomba. Hingga akhirnya, BRETTT, ia pun berhasil menjadi yang pertama melewati pita yang terpasang di garis finish.
"Berhasil, berhasil, horeee!", teriak Cipto menirukan gaya Dora, di tengah suara penonton yang sejak ia mendekati garis finish memang semakin nyaring menyerukan namanya.
Tak lama, seorang panitia mendekati Cipto dan mengulurkan tangannya.
"Selamat mas Cipto, Anda berhasil menjadi nomer 1 yang masuk ke garis finish, jauh di depan peserta-peserta yang lain".
Hidung Cipto kembang kempis, membayangkan LCD TV yang akan ia bawa pulang.
"Namun maaf," si panitia melanjutkan, "Mas Cipto terpaksa kami diskualifikasi karena dari awal lomba di sendoknya tidak ada kelereng..."
Walah, ternyata gara-gara terlalu bersemangat, Cipto lupa meletakkan kelerengnya di sendok, hahaha.
Oke, oke, cerita yang kedua memang fiktif (kesamaan nama dan peristiwa adalah kebetulan belaka), namun ada hikmah yang bisa kita petik dari kedua cerita di atas.
Di cerita pertama, kita belajar bahwa menjadi yang pertama saja tidak cukup, harus ada follow-up yang strategis.Jika bicara masalah jualan, tentu yang dimaksud dengan follow-up di sini adalah dari sisi pemasarannya. Marketingnya. Jika jeli, banyak tho produk-produk inovatif di pasaran. Namun dari keseluruhan, hanya ada beberapa persen saja yang bertahan.
BCA bukan yang pertama menggunakan mesin ATM, namun sekarang, untuk masalah ATM mereka nomer satu di Indonesia.
Selain marketing, support juga perlu. Jangan setelah dagangan laku kemudian tinggal gelanggang colong playu. Kayak penjual DVD bajakan tuh, bilangnya udah ORI, ternyata masih kualitas bioskop. Minta dituker kasih 1001 alasan. Payah. *curhat*
Berikutnya, di cerita kedua, kita belajar bahwa untuk menjadi yang pertama, kita harus memiliki persiapan yang matang. Agar gelar 'yang pertama' yang nanti kita dapatkan tidak numpang lewat, namun akan terus bersemayam hingga akhir hayat *dramatis banget, heheh*
Sebagai contoh, di suatu daerah kebetulan belum ada yang menjual bakso. Ada penjual nasi bungkus (my favourite), nasi padang, nasi goreng, dan sebagainya, namun tidak ada satu pun yang menjual bakso. Apa berarti daerah ini berprospek untuk dijadikan wilayah berjualan bakso?
Ya Anda bisa saja menjadi yang pertama berjualan bakso di situ. Namun bukan tidak mungkin penduduk daerah tersebut memang tidak ada yang suka makan bakso...
Paham kan?
Jadi yang pertama juga bisa bikin orang sebel loh. Yang sering saya alami, pada saat lampu merah, pengendara-pengendara sepeda motor langsung ngusrug ke barisan depan, menutupi kendaraan roda empat yang lain. Pas giliran lampu berubah menjadi hijau, eh mereka malah gak sadar, dan cuman bengong di atas motornya. Kalo sudah demikian, buat apa mereka ada di depan?
Maaf, curhat lagi :)
Ngomong-ngomong soal 'pertama', alkisah, Komeng diterima bekerja di sebuah perusahaan elite sebagai manajer keuangan. Berhubung urusan dengan duit, pimpinan perusahaan memberitahukan dia nomor kode kombinasi brankas milik perusahaan. Sejak saat itu, setiap kali ada bagian yang membutuhkan dana perusahaan, maka Komeng yang akan mengambilkannya dari brankas.
Seminggu berlalu, sang pimpinan baru menyadari kebiasaan si Komeng. Setiap kali akan mengambil uang di brankas, ia selalu menunduk ke bawah dan mulutnya tampak berkomat-kamit. Ia pun kemudian memanggil Komeng ke ruangannya.
"Meng, saya baru tahu kalau ternyata kamu orang yang religius. Saya lihat setiap kali kamu mau mengambil uang dari brankas, kamu selalu berdoa terlebih dahulu. Pasti kamu mendoakan agar uang tersebut digunakan sebaik-baiknya demi kepentingan perusahaan, kan?"
"Bukan pak," jawab Komeng, "Saya baru pertama kali ini diserahin brankas. Dan berhubung saya orangnya pelupa, jadi kode kombinasi brankasnya saya tulis di lantai depan brankas".
Terima Kasih